Masih melanjutkan serial memilih perangkat komputasi yang sesuai untuk terus berproduktifitas di era pandemi saat ini, kali ini tim Skyegrid Media ini membahas tentang kelebihan kelebihan Chromebook, dan kapan sih waktunya kita butuh sebuah ChromeBook.
Sekarang, saya ingin berbagi pengalaman setelah mecoba menggunakan ChromeBook sebagai daily driver untuk kegiatan komputasi sehari-hari. Tentu untuk kebutuhan editing office ringan dan online CMS sehari-hari.
Tapi saya juga ingin berbagi pengalaman tentang rasanya melakukan editing multimedia di ChromeBook. Yap, sejak ChromeBook bisa menjalankan aplikasi Linux, beberapa aplikasi editing multimedia seperti GIMP dan KDEnLive , sudah bisa berjalan dan digunakan di Chrome OS.
User experience
Chrome OS menawarkan user interface yang tidak jauh berbeda dengan antar muka tablet android. Saya sendiri, meskipun beberapa kali pernah menggunakan tablet PC berbasis android, kembali harus beradaptasi dengan beberapa UX yang ditawarkan ChromeBook.
ChromeBook disetup untuk menjadi device yang selalu siap di ajak bekerja. Seperti android yang akan siap digunakan begitu anda mengaktifkannya dari kondisi sleep. Hal ini yang menjadi satu kelebihan sistem operasi berbasis Android ini dibanding Windows.
Awal menghidupkan, saya dihadapkan pada seting informasi pengguna yang juga mirip dengan saat pertama kali kita menghidupkan smartphone Android yang baru kita beli,- termasuk kebutuhan akan akun Google sebagai informasi wajib pemilik.
Baca juga: Review Gigabyte G27FC Gaming Monitor
Setelah masuk ke desktop untuk pertama kali, saya dihadapkan dengan tampilan yang super clean. Mirip seperti launcher original tablet android yang menghadirkan dock sebagai shortcut ke aplikasi default. Kita bisa pilih wallpapper secara manual, juga bisa meminta system untuk memainkan secara acak, wallpapper yang disarankan.
– Web Browser base
Operasional utama Chrome OS ini tak beda jauh dengan saat anda membuka browser chrome. Intinya, jika kegiatan komputasi kamu didominasi browsing, dengan browser apapun, dijamin kamu juga bisa langsung terbiasa.
Mengelola email, mengedit dokumen, olah data di penyimpanan cloud, hingga bermain game berbasis web, bisa kamu lakukan hanya dari Google Chrome browser.
Untuk menambah fitur, kamu bisa install add-on untuk browser Chrome yang bisa kamu dapatkan di Chrome Web Store. Chrome sendiri menyediakan banyak sekali add-on atau extension yang menjadikan kamu lebih mudah melakukan operasional.
Dan, jika kamu merasa tidak ada Add-on di Google Chrome web store yang sesuai dengan kebutuhan, masih ada Play Store dengan berbagai aplikasi yang tentunya lebih familiar.
Kompatibilitas
Jika kamu terbiasa dengan smartphone Android, yang perlu kamu ketahui adalah, tidak semua aplikasi yang bisa kamu install di Smartphone, bisa kamu install juga di Chromebook. Play store akan mengenali chromebook kita sebagai sebuah tablet android, yang punya orientasi horizontal wide view. Itu mengapa, aplikasi yang benar-benar di disain untuk smartphone yang vertikal oriented, tidak akan bisa kamu install di Chromebook.
Beberapa aplikasi seperti Microsoft Office, Zoom, dan masih banyak lagi, hadir jauh lebih minimalis di Chrome OS. Saya sendiri cukup kesulitan untuk melanjutkan editing dokumen presentasi di powerpoint versi Android, lantaran banyaknya keterbatasan fitur. Bahkan yang sederhana namun cukup penting seperti kompatibilitas font.
Aplikasi Zoom juga tidak memberi opsi untuk mengganti background, yang merupakan fitur paling penting dan sangat saya butuhkan. Intinya, untuk banyak aplikasi produktifitas, menurut saya masih amat sangat terkendala.
– Linux on Chromebook
Angin segar berhembus saat Google membuka kompatibilitas aplikasi linux untuk berjalan di Chromebook. Saya rasakan, aplikasi linux yang saya install berjalan sangat smooth, walau pada dasarnya aplikasi linux tadi tetap terinstal di virtual machine yang berjalan di atas Chrome OS.
Awalnya, saya cukup gembira saat mengetahui aplikasi multimedia editing yang lebih advance dari yang bisa ditawarkan aplikasi di Play Store, bisa saya jalankan di Chromebook. Mengedit foto, audio hingga video, bisa saya lakukan diberbagai aplikasi open source untuk Linux (ekstensi .deb).
Namun makin banyak aplikasi linux yang terinstal, virtual machine nampak mulai tidak stabil. Seringkali tidak merespon saat pertama kali dibuka. Ini membuat saya berkali-kali melakukan reset virtual machine linux nya, agar bisa kembali berjalan normal.
Handling & Mobilitas
Bicara tentang kemudahan pakai, sepanjang saya menggunakan Chromebook ASUS C434TA ini, sebenarnya tidak banyak yang saya keluhkan.
Sistem siap lebih cepat dari Windows, mendukung multiple account dengan mode perpindahan yang cepat dan mudah, hingga proses intalasi aplikasi satu tempat yang jauh lebih gampang dan mudah dibanding menginstal aplikasi windows yang harus kita unduh dari berbagai tempat, dan proses intalasi yang membutuhkan pengaturan.
Terkait devicenya sendiri, yakni ASUS Chromebook C434TA yang saya gunakan sebagai media uji coba, hadir dengan konsep convertible yang tentunya mendukung layar sentuh.
Yang paling saya suka adalah karakteristik keyboard nya yang punya dimensi, jarak antar tombol, dan feedback force yang menbuat saya bisa mengetik lebih cepat dibanding menggunakan laptop lain.
Kedua, panel IPS-nya yang sudah menawarkan 100% sRGB. Menjadikan experience saat menikmati film lebih ekspresif. Laptop ini juga punya konektifitas moderen yang cukup lengkap. USB-C nya selain mendukung power delivery, juga mendukung display-out.

Battery Chromebook yang sanggup bertahan hingga 12 jam lebih
Dengan kebutuhan resource chromebook yang menurut saya sangat efisien, saya bisa menggunakan Chromebook C434TA ini hingga 12 jam lebih. Sangat cukup mengawal produktifitas seharian. Dengan catatan, kegiatan komputasinya lebih banyak ke office use.
– Offline mode
Memang benar, Chromebook seperti kehilangan separuh nafas-nya saat tidak ada koneksi internet. Meski demikian, pengguna tetap bisa meninggalkan main interface-nya yang notabene sebuah browser, dan beralih menggunakan aplikasi native yang sudah terinstall pada device.
Saat menggunakan aplikasi native, pengguna tetap bisa berkomputasi normal layaknya menggunakan Windows. Baik di sistem utama, maupun di virtual machine linux yang ada.
Terkait hal ini, saya pribadi tidak merasa terlalu masalah. Sekalipun saat berjibaku dengan konten wordpress, saat tidak harus selalu online dengan banyak cara.
Kesimpulan
Overall, melihat dari beberapa kelebihan Chromebook yang tersebut di atas, device ini berhasil menghadirkan sebuah solusi komputasi praktis untuk pengguna yang sangat mobile. Dengan catatan, pengguna tidak benar-beanr kesulitan mengakses internet. Dengan berbagai aplikasi native, semua masih bisa dicari solusinya.
Isu keterbatasan fitur dan mode pada aplikasi berbasis Android, saya rasa masih butuh proses untuk menjembatani pengguna yang sudah terbiasa dengan windows, untuk bisa menjadikan Chromebook sebagai daily driver.
Menurut saya, kelebihan Chromebook masih mumpuni untuk mereka yang aktifitas mobile nya tinggi, namun kebutuhan komputasinya tidak terlalu kompleks. Mereka yang lebih banyak melakukan presentasi, dibanding melakukan proses pengolahan dokumen maupun file multimedia lain.
Untuk