Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, selalu menyambut hari raya Iduladha dengan melakukan penyembelihan hewan kurban.
Namun, pandemi COVID-19 telah membuat masyarakat harus beradaptasi dengan kondisi kenormalan baru yang mengharuskan juga pelaksanaan protokol keamaanan kesehatan dalam melaksanakan penyembelihan hewan kurban.
Kementerian Pertanian RI telah mengeluarkan Surat Edaran tentang Pelaksanaan Kurban di masa pandemi COVID-19 agar berjalan aman.
Lalu, bagaimana cara yang direkomendasikan dalam pengelolaan daging kurban pasca penyembelihan di masa pandemi?
Satriyo Krido Wahono, Kepala Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), mengatakan manajemen pengelolaan produk kurban harus memperhatikan beberapa aspek, seperti aspek ilahiyyah (ibadah dan taqarrub) dan insaniyaah (kemanusiaan, sosial, dan ekonomi).
Baca juga: Amazon Bocorkan Harga PS5 yang Mencengangkan!
“Aspek kesejahteraan hewan menjadi isu yang juga diperhatikan, untuk menghasilkan produk daging kurban yang berkualitas dan sesuai dengan syariat,” kata Satriyo Krido Wahono di acara Webinar Teknologi Penanganan Produk Kurban di Masa Pandemi.
Selain itu, ia juga menambahkan kegiatan dimulai dari pemeliharaan hewan kurban, penjualan, pengiriman penyembelihan, hingga pembagian kepada masyarakat harus memperhatikan aspek keamanan pangan yang berpedoman pada ASUH (Aman, Sehat, Utuh, dan Halal).
Membeli Hewan Kurban secara Daring
Adanya pembatasan jumlah orang selama adaptasi kenormalan baru untuk mencegah penyebaran virus COVID-19 membuat mobilitas masyarakat terbatas maka dari itu pembelian dan penjualan hewan kurban dapat dilaksanakan melalui daring.
“Terdapat alternatif untuk memininimalkan kontak secara lansgung dengan membeli hewan kurban secara daring dengan mengetahui data gigi, foto hewan kurban secara fisik, dan bobot badan digital. Disarankan juga agar calon pembeli hewan kurban telah mengenal penjual,”jelas Awistaros Angger Sakti, peneliti domba Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam LIPI.
Teknologi Preservasi Daging
Sebagian besar daging mengandung protein dan bahan-bahan organik yang sifatnya mudah rusak sehingga perlu perhatian khusus.
Baca juga: Ditemukan Spesies Baru Katak Mini Micryletta Sumatrana di Pulau Sumatera
Kerusakan pada daging pasca penyembelihan dapat disebabkan tiga faktor yakni pertama faktor biologis (akibat mikrobiologi). Kedua faktor oksidasi (zat kimia), terakhir karena faktor dehidrasi dan enzimatik.
Untuk mengatasi kerusakan daging agar tidak membusuk sehingga aman dikonsumsi masyarakat, memperpanjang waktu simpan, dan memperbaiki kualitas produk maka distributor daging dapat menggunakan teknologi presevarsi daging sebelum dikemas.
“Pengemasan daging kurban terlebih dahulu dengan memanfaatkan teknologi sebelum didistribusikan adalah cara yang aman guna melindungi produk dan konsumen dari paparan penyakit,” kata Andi Febrisiantosa, peneliti Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam LIPI.
Terdapat tujuh teknologi preservasi daging, yaitu cold storage, dehydrating, salting and curing, smoking and cooking, canning, irradiation, standardization, dan blending and emulsification.
“Setelah dilakukan preservasi, daging dikemas dengan memeperhatikan aspek pengemasan yakni kemasan harus melindungi dari perubahan fisik, kimiawi, dan biologis serta efisien agar masyarakat yang akan mengonsumsi daging kurban tetap terlindungi,” jelas Andi Febrisiantosa.