Di tahun 2018, kita menambahkan data pada Internet hingga 2,5 juta terabytes setiap harinya. Ini setara dengan 425 juta film berukuran HD per hari. Bahkan, hingga sampai saat ini, pembuatan data meningkat drastis dari tahun ke tahun. Benarkah, kartel bisnis kabel bawah laut hanya menyisakan Google dan Facebook? Kalau iya, yakin kita masih mau berdebat soal privacy alias keamanan data pribadi?
Semua data kita tersebar dalam ruang penyimpanan (data center) yang ada di beberapa belah dunia. Posisinya di mana saja, tentu itu rahasia. Tapi, dalam hal ini, kita bisa melihat statistiknya meski mungkin data ini tersimpan di Amerika Serikat dan sudah agak dimodifikasi. Sedangkan kita yang berada di Indonesia hanya bisa mengaksesnya via Internet. Dan, ya seadanya.
Namun, masih ada orang yang beranggapan salah mengenai Internet. Tak sedikit orang yang mengira bahwa Internet yang kita pakai sehari-hari hanya menggunakan satelit yang berada di luar angkasa. Kenyataanya, 99 persen transfer data di Internet disalurkan melalui kabel bawah laut. Bukan jaringan radio nirkabel, apalagi satelit.
Terhitung sejak hari ini, kurang lebih ada 400 jejaring kabel bawah laut yang aktif, yang ukuran diameternya tidak lebih dari sekaleng minuman. Kabel ini tersebar di antara Samudera Atlantik dan Pasifik, bahkan untuk yang melintas di palung Jepang memiliki kedalaman delapan kilometer, atau setara dengan tinggi gunung Everest. Hiii…
Untuk proyek yang seperti itu merupakan proyek instalasi yang sangat sulit, mulai dari eksplorasi rute, menggunakan kapal-kapal yang besar, dan menghabiskan dana jutaan dolar.
Komponen utama kabel tersebut adalah kabel fiber optik, hanya setipis rambut. Setiap kabel memiliki beberapa susunan kabel fiber optik, yang dilindungi lapisan yang sangat tebal, guna menghindari kerusakan yang bisa disebabkan oleh kapal, ikan maupun bencana alam.
Meskipun biaya yang dibutuhkan mahal dan pemasangan yang susah. Metode ini jauh lebih murah dan lebih efisien ketimbang menebar satelit di stratosfer Bumi.
Data yang disalurkan oleh kabel-kabel tersebut juga lebih cepat dari satelit saat ini. Namun, untuk satelit sendiri masih tetap diandalkan di beberapa tempat yang susah dijangkau, seperti Antartika, yang mana pemakaiannya fokus pada riset dan penggunaan data dibatasi. Mustahil kalau di sana dipakai untuk mengunduh data yang besar, apalagi dipakai buat Cloud Gaming seperti Skyegrid atau sekadar movie streaming di Netflix.
Alasan utama untuk membuat kabel ini adalah permintaan untuk penambahan bandwidth. Namun. masih sulit diketahui penyebab penambahan bandwitdh tersebut.
Seperti contohnya, Netflix. Orang mengira bahwa Netflix membutuhkan banyak bandwitdh. Padahal, kenyataanya setelah satu film dikirimkan ke negara tersebut akan disimpan secara lokal di negara tersebut. Caranya, menggunakan teknologi CDN, alias Content Delivery Network.
Bahkan, Internet of Things (IoT) yang membutuhkan banyak data diperkirakan hanya menggunakan 1 persen dari total data Internet secara keseluruhan. Ingatkah, pada saat Pokemon Go pertama kali diumumkan, trafik Internet dunia melesat pesat. Yang diketahui secara pasti, bahwa kebutuhan bandwidth meningkat dua kali lipat setiap tahunya, sehingga dibutuhkan kabel-kabel baru untuk menanganinya.
Alasan lain, yaitu mengenai kabel itu sendiri, bahwa pemanfaatan kabel yang ada sekarang hanya digunakan sebesar 30 persen dari kapasitas maksimal. Seharusnya hal ini bisa memberikan rekomendasi bahwa seharusnya kita memanfaatkan kabel yang ada terlebih dahulu karena kabel tersebut pemanfaatanya belum maksimal. Tetapi, bukan hal ini yang jadi permasalahan.
Perusahaan-perusahaan lebih memilih untuk membuat jejaring kabel baru karena secara teknologi lebih canggih. Instalasinya pun lebih murah daripada menambah kabel lama yang sudah ada. Dengan kata lain, kabel yang baru lebih menguntungkan dari sisi ekonomi.
Alasan kedua, bahwa kabel yang lama hanya memiliki fiber yang sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali. Perusahaan seperti Facebook, Google, Microsoft, dan Amazon lebih memilih untuk membeli sepaket kabel yang baru.
Google, Facebook, Microsoft, dan Amazon
Tren saat ini, yaitu para perusahaan konten mulai menginvestasikan ke kabel-kabel yang baru tersebut. Sebelumnya, investor hanya terdiri dari Internet provider dan pengguna bandwidth besar dari kabel tersebut. Namun, dalam 5 tahun terakhir kabel-kabel tersebut mendapatkan investasi dari perusahaan seperti Google, Facebook, Microsoft dan Amazon. Kelima perusahaan bidang konten tersebut sudah kurang lebih mengakuisisi 50 persen dari bandwitdth internasional.
Menurut TeleGeography, perusahaan-perusahaan ini akan mengakuisisi sampai dengan 80 persen di tahun 2027.
Saat ini, para perusahaan konten tersebut sedang berinvestasi pada kabel di rute utama, terutama di Trans-Atlantik dan Trans-Pasifiik yang menyambungkan data ke pusatnya. Rute seperti India-Singapore dan Eropa-Afrika tidak jauh. Ketika perusahaan tersebut sudah mulai menguasai kabel bawah laut, mereka akan mulai melakukan ramifikasi.
Coba bayangkan, ketika kabel bawah laut merupakan suatu rute ekonomi yang modern dan komoditas transit data pada era di mana data merupakan hal yang sangat penting ini. Amazon, Microsoft dan Google mengklaim telah menguasai kurang lebih 65 persen kepemilikan di penyimpanan data Cloud.
Hal ini menjadikan mereka pengekspor dan pengimpor data.
Jadi, mereka hari ini telah melakukan oligopoli kepada rute tersebut dalam penyaluran data. Tentu untuk pengguna Facebook dan Google akan merasa diuntungkan karena kabel tersebut milik mereka. Tetapi, waspada jugalah, bahwa hal ini akan merugikan perusahaan-perusahaan kecil seperti contohnya mereka akan mendapatkan charge lebih karena ingin menggunakan bandwidth tersebut. Di sisi lain, perusahaan Facebook juga memiliki catatan buruk mengenai privasi dalam penyaluran data. Nah, masih nggak percaya kalau kita ini sudah setengah “telanjang” di mata mereka? Hihi…
Tetapi, skenario tersebut akan rampung lama di masa mendatang, sebab mereka hanya memiliki beberapa saham kepemilikan, belum semuanya. Saat ini, kepemilikan masih dipegang oleh para provider untuk meregulasi semua kabelnya. Hal ini merupakan berita baik karena para perusahaan provider tahu persis apa yang mereka lakukan dari tahun ke tahun.
Para ahli mengatakan, bahwa seharusnya kabel tersebut tidak dimiliki oleh suatu perusahaan saja karena akan menyebabkan ketidakadilan bagi perusahaan yang lain.
Baca juga:
Cek Info Rute dan Waktu Tiba MRT Jakarta di Google Maps
Waze dan Google Maps, Kamu Sering Pakai yang Mana?
Siapa yang Ingin Kerja di Google? Ini Tips Ampuhnya