
Berjuta ulasan menghujat karya Kojima. Ekspektasi fans terlalu tinggi, tergiring opini, hingga alpa mencerna inti pesan dari gimnya sendiri?
Pamit dari Konami tahun 2015 lalu, Hideo Kojima meninggalkan segudang misteri. Apa yang akan dibuat selanjutnya, karyanya bersama Kojima Productions terjawab tahun ini. Death Stranding. Ini menjadi manifestasi terbaik game open world yang dinanti-nanti para fans, dan gamer seluruh dunia.
Hanya dikenal khalayak lewat teaser dan trailer, per 8 November lalu, Death Stranding muncul bak oase di tengah arus deras game open world dan bertema post-apocalyptic. Game ini sekaligus menjadi jawaban Kojima untuk beragam pertanyaan yang berseliweran.
Tapi, apa yang sebenarnya ingin disuguhkan oleh seorang Kojima pasca keluar dari Konami dengan Death Stranding? Semua menyimpan pertanyaan ini selama bertahun-tahun sembari menerka-nerka.
Jadi, wajar saja, saking dahsyatnya “Kojima effect” pada peninggalan game Metal Gear Solid, semua orang menaruh ekspektasi super-tinggi pada Death Stranding–yang penggarapannya diumumkan ke publik pertama kali pada Juli 2015.
Kenyataannya, review Death Stranding hari ini campur aduk. Banyak yang mencela, banyak pula yang memuja. Sebelum kamu menghakimi, saya ingin mengajak kalian untuk menyelami apa yang (mungkin) menjadi pesan Kojima lewat review Death Stranding kali ini.
Baca juga: Review Game CoD Mobile
- Ekspektasi vs Realita
Menurut saya, bukan hanya dari segi cara penyajian trailer yang gempar dan membuat banyak orang bertanya-tanya, tapi cuplikan-cuplikan gameplay maupun cutscene menampilkan hal-hal yang sulit dicerna oleh kita. Ini jelas menggugah penonton untuk lebih kepo.
Terlepas dari grafis yang apik –yang bisa jadi magnet utama untuk memainkan game ini– tentu saja nama besar Hideo Kojima dan sederet artis papan atas Hollywood, seperti Norman Reedus (The Walking Dead) dan Mad Mikkelsen (Hannibal), yang terlibat turut berperan besar dalam penggarapan game ini.
Dalam game Kojima sebelumnya, Metal Gear Solid 5 Phantom Pain, formula aksi spionase yang dibumbui manajemen skuat dan base, dengan tokoh utama seorang serdadu jenius ahli tempur, apabila saya amati, cukup berhasil menyuguhkan game yang menyenangkan bagi kebanyakan gamer–termasuk saya.
Jika melihat video trailer-nya, kebanyakan gamer mungkin akan menyimpulkan hal yang sama terkait gameplay. Terlebih ketika diumumkan bahwa tokoh utamanya adalah seorang porter alias kuli angkut.
Apa serunya memerankan sosok karakter yang membawa barang-barang melintasi dunia post-apocalyptic, yang meskipun memang indah, namun terlihat seperti tak berpenghuni? Dan, tentang bayi-bayi dalam tabung yang perannya sulit dijelaskan.
Sebetulnya, apa yang ingin disampaikan Kojima? Apakah sejauh ini realitanya sesuai ekspektasi kalian?
- Pembentukan Karakter
Perkembangan karakter di awal cerita digambarkan dalam visualisasi dramatis yang saya yakin hampir semua orang merasa tergugah, mulai dari kesendirian yang memunculkan rasa kesepian, hingga interaksi dengan NPC (non-playable character).
Jika sosok Big Boss pada game Metal Gear Solid (MGS) 5 menjadi hero dikarenakan skill ahli tempur dan optimalisasi strategi yang tepat pada situasi itu, berbeda halnya dengan Sam, sang tokoh utama dalam Death Stranding, yang notabene “hanya” seorang kuli angkut.
Ketika fitur online di dalam Death Stranding dibuka, meski tidak secara langsung, interaksi antarpemain atau gamer lainnya tetap terjadi, misalnya “jejak-jejak” kita di dalam game dapat membantu pemain lainnya.
Sadar tidak sadar, ihwal ini merangsang jiwa sosial kita sebagai gamer yang ingin berbagi pada gamer lain. Yap, game ini mendorong para pemain secara halus agar saling berinteraksi secara positif, dengan berkontribusi terhadap lingkungannya.
Pemain juga disiratkan pesan mendalam, bahwa tidak semua orang harus jadi seorang Solid Snake atau Big Boss untuk menjadi pahlawan bagi orang-orang di sekitarnya. Cukup lakukan hal kecil, dengan ketulusan hati, demi menolong orang lain. Setidaknya itu yang saya rasakan sendiri tatkala menjalani proses review Death Stranding di sesi awal.
So, silakan bayangkan, jika banyak Sam rela bertaruh nyawa, berjuang hebat demi interaksi positif satu sama lain, memeliharanya secara utuh hingga tidak terputus, bukankah Sam di Death Stranding pantas didaulat sebagai pahlawan sejati? Hmm.
- Play and Learn
Pertanyaan besar tentang apa maksud Kojima dengan game ini, kelak terjawab dengan cara yang nggak akan kita duga, terlebih lagi ketika saya mengalami Death Stranding secara langsung. Pentingnya menjalin hubungan antarmanusia dikemas demikian dramatis ala Kojima, di mana era digital didominasi interaksi virtual yang soul-less.
Siapa sangka, game dengan nuansa sepi bahkan sesekali mencekam, lalu tokoh utama seorang kuli angkut dan berbagai mahluk aneh, dengan plot cerita yang tidak jelas, bisa menjadi sebuah pengalaman bermain game yang “sangat berbeda.”
Saya akui, Death Stranding bukan game yang dapat dinikmati langsung oleh kebanyakan orang. Tapi, jujur, game ini mampu mengubrak-abrik stereotype game –yang typical– hari ini: menjual grafis yang kian hari kian memukau, namun relatif membuat “standar” selera gamer “jaman now.”
- Unique
Buat kamu yang ingin menikmati kisah berbobot dalam kemasan video game dengan grafis aduhai, gameplay yang unik, jalan cerita dan setting yang menggugah perasaan, Death Stranding layak kamu coba.
Sebagaimana yang dicita-citakan Hideo Kojima sebagai kreator, jangan menilai game dari standar “blockbuster” yang relatif telah terbentuk bertahun-tahun, monoton, typical alias “sami mawon.”
Saran saya, persiapkan diri dan buka hati seluas-luasnya untuk hal yang satu ini. Saya dan hati saya sendiri, telah tergugah. Hingga akhirnya memberanikan diri membuat tulisan review Death Stranding ini.
Selamat bermain!