
Reuni bersama teman-teman SMA, setelah berbelas-belas tahun berpisah semenjak lulus, sangatlah menyenangkan. Apalagi, jika sudah berpisah sampai puluhan tahun. Rasa gembiranya tak tergambarkan. Namun, rasanya sulit bukan kepalang tatkala mengumpulkan teman-teman yang kini telah berpencar dengan berbagai kesibukan. Nyerah, deh. Itulah yang coba disajikan dalam Review Film Bebas (2019) kali ini.
Tapi, demi menyenangkan sahabatnya, Kris, seorang Vina rela menyita waktu bersama suami dan anak-anaknya, untuk mengumpulkan ketiga sahabat lainnya dengan segala daya dan upaya. Walhasil, usaha Vina tak terbuang percuma. Dia dan seluruh sahabatnya — Jessica, Gina, Jojo — berhasil dikumpulkan kembali, kecuali Suci. Padahal, usia Kris sudah divonis tidak lama lagi.
Apa sebabnya? Apakah ada urusan masa lalu yang membuat Suci enggan menemui sahabat-sahabat SMA-nya lagi? Apakah film adopsi dari “Sunny” (Korea) ini akan terlihat seperti drama picisan?
Tenang. Kapsul waktu ala Riri ini mampu menghempas kamu kembali merasakan hari-hari di era 90-an yang sangat berwarna, mengiringi kisah antarsahabat yang menggugah dan menghibur, yang bakal membuat kamu kegelian sendiri.
***
Kapsul Waktu ke Masa ’90-an ala Riri Riza
Nama Riri Riza mempunyai tempat tersendiri di industri perfilman Indonesia. Setidaknya buat saya. Jajaran karyanya telah bersuara, Gie (2005) dan Athirah (2016) mengantarkannya ke dapuk kursi sutradara terbaik di ajang Festifal Film Indonesia (FFI). Dan, kini lagi-lagi, Mas Riri –sapaan akrabnya– bersama tandem produser terbaiknya, Mira Lesmana, kembali meluncurkan karya bertajuk Bebas (2019) di bawah bendera Miles Films, yang menjadi kapsul waktu sekaligus obat rindu masa-masa remaja di era ’90-an.
Nama “Bebas” sendiri diangkat dari tembang hits yang melekat di anak-anak di zaman ’90-an, yang dilantunkan oleh rapper kenamaan Iwa K. Kenapa? Ya, wajar aja, tembang ini pernah sekali didaulat Majalah Rolling Stone Indonesia sebagai salah satu dari 150 Lagu Indonesia Terbaik Sepanjang Masa.
Tak pelak, film ini benar-benar menjadi obat rindu anak milenial tua (tahun kelahiran 1980 ke atas) –termasuk saya– yang beberapa kali membuat bulu kuduk merinding dan haru tersedu-sedu ketika mengenang serunya masa-masa remaja di kala itu.
Kendati mengadopsi kisah remaja SMA dari film Korea berjudul “Sunny,” saya akui karya “Bebas” ala Riri ini tetap orisinal. Bukan tanpa sebab, sejumlah nilai, budaya, dan gaya hidup yang kental dan kerap ditemukan di Ibukota kala itu, tak luput diproyeksikan kembali Riri ke dalam film, yang menurut saya jenius dan justru menjadi nilai kuat dari film anyarnya ini.
Dengan plot maju-mundur, “Bebas” menyuguhkan kisah antara lima remaja putri, yang merupakan siswi-siswi SMA negeri di Ibukota di era ’90-an, yang menyebut gengnya bernama Bebas–sesuai judul tembang hits milik Iwa K.
Film berkisah tentang Vina Panduwinata (Marsha Timothy) yang berusaha untuk membuat reuni mini bersama empat sahabat lainnya –Jessica (Indi Barends), Suci, Gina (Widi Mulia) dan laki-laki “sekong” bernama Jojo (Baim Wong)– di masa kini.
Baca: Review Film Gemini Man – Susahnya Menasehati Diri Sendiri
Kisah bermula ketika Vina merasakan ada sesuatu yang kurang dalam hidupnya sebagai ibu rumah tangga, yang hanya melayani suami dan anaknya di rumah. Sampai suatu ketika di rumah sakit, Vina bertemu dengan teman SMA-nya, Krisdayanti (Susan Bachtiar) yang tengah sakit keras, sampai divonis oleh dokter bahwa usianya hanya tinggal beberapa bulan lagi.
Menyadari hal itu, Kris pun mempunyai satu permintaan terakhir pada Vina. Yep, ia memohon Vina untuk membuat reuni kecil bersama anggota Geng Bebas sebelum ajal menjemputnya. Vina pun langsung mengamini permintaan sahabatnya itu.
Ia mulai perjalanan dengan mengontak Jessica dewasa (Indy Barends) yang bekerja sebagai agen asuransi. Menyusul Jojo, yang ditemui di tengah kesibukan hari-harinya sebagai pimpinan perusahaan swasta. Lalu, Gina yang ditemui di rumahnya, dan dalam kejaran debt collector lantaran terlilit utang.
Di tengah usaha Vina dalam mengumpulkan para anggota geng Bebas di era kini, Riri pun menyisipkan kisah Geng Bebas muda saat “beraksi” di masa ’90-an dengan plot maju mundur, sehingga penonton dapat dengan mudah mencerna dan membayangkan betapa dekatnya para anggota geng tersebut satu sama lain. Kisah ini dikemas kian menghibur dan nyaris tanpa cela.
Namun, dari semua anggota geng yang bisa dikumpulkan, hanya Suci yang hilang dari peredaran dan sulit dilacak Vina. Tak satupun anggota geng memiliki kontak dengan satu sahabatnya yang hilang misterius itu. Apakah Vina berhasil menciptakan reuni kecil beranggota lengkap sebelum Vina pergi untuk selama-lamanya? Well, sorry, no spoiler here. You guys have to watch it ’till the end.
Yang jelas, dalam kemasan yang utuh, Riri bersama Mira dan timnya, bisa saya katakan sukses menyuguhkan potret era ’90-an, lengkap dengan unsur budaya dan tren yang happenning di kala itu. Seperti misalnya, carut marut budaya tawuran antarsekolah sampai dikejar-kejar petugas kepolisian, budaya gencet-gencetan, madol, pelecehan seksual, hingga situasi politik yang tak menentu di bawah rezim Orde Baru. Sangat detail dan kuat. So, buat kamu yang terklasifikasi Generasi Z (alias lahir di tahun 1995 ke atas) tetap bisa relate dan membandingkannya dengan kehidupan era sekarang.
Setting
Latar alias setting menjadi aspek yang nggak ketinggalan, bahkan menjadi perhatian utama oleh Riri dalam film ini. Kamu –yang pernah hidup di era ’90-an– bakal takjub dengan cara sang sutradara menyulap Ibukota hari ini menjadi gaya 90-an. Sejumlah spot bergaya vintage, seperti kios-kios berwajah lawas dengan gegantungan baju dan cover plastiknya, boks telepon koin, minuman berkarbonasi RC Cola, rooftop di sekitaran Blok M, dan masih banyak lagi, tampil nyaris sempurna. Bravo!
Pasti kamu tambah penasaran, kan, kayak apa kehidupan muda-mudi semasa medio ’90-an, yang mungkin adalah masa remaja papa-mama kamu, atau mungkin oom-tante kamu? Ternyata, nggak kalah seru, lho!
Cast
Selain para pemeran utama, kamu yang pernah hidup di era ’90-an, nggak akan nyangka kalau Miles Films menghadirkan sosok Daan Aria (eks Padhyangan Project), yang kini sudah menginjak usia 56 tahun. Buat saya pribadi, ia menjadi sosok jitu dalam menciptakan ulang nuansa ’90-an.
Belum lagi aksi konyol Indy Barends dan Tika Panggabean, walaupun menurut saya agak off kala Tika berperan sebagai guru –karena, maaf apabila subyektif, wajahnya yang terlalu awet muda untuk memerankan guru “sesepuh.” Hehe. Namun, aksinya tetap kocak dan orisinal, kok, karena perawakan apa adanya saja, ya sudah jenaka. Terbayang, deh, proses casting film ini pasti menggelikan. Hihihi…
Cameo film kali ini juga nggak sembarangan, lho. Kamu juga bakal didisuguhkan aksi aktor-aktor papan atas lain, seperti Reza Rahadian, Sarah Sechan, Cut Mini, Irgi Fahrezi, Happy Salma, Darius Sinathrya, Oka Antara, dan masih banyak lagi.
Musik
Dalam membuat film “kapsul waktu,” musik menjadi unsur yang sangat penting demi memerkuat nuansa 90-an. Dan, lagi-lagi, hats off to Mira Lesmana dan tim, yang kerja kerasnya dalam memilah-milih soundtrack untuk film ini nyaris sempurna.
Tembang-tembang “kuat” di era medio ’90-an –seperti “Bidadari” (Andre Hehanusa), “Kujelang Hari” (Denada), “Cerita Cinta” (Kahitna), “Cukup Siti Nurbaya” (Dewa 19), hingga “Kebebasan” (Singiku), berhasil diangkut ke film ini.
Andai saja, ada satu lagu lagi yang dimasukkan ke film ini, “Selamat Pagi” dari Indy, yang tak kalah “kuat” dibandingkan tembang-tembang lainnya. Wah, sempurna sudah musik sepanjang film ini.
Unique
Tak bisa dipungkiri, tangan dingin Riri selalu bisa meramu film bertemakan gaya hidup yang khas Indonesia, terutama di Ibukota. Mulai dari kelompok remaja alias muda-mudi, romansa dua sejoli, hingga anak-anak atau keluarga. Jejeran karyanya telah membuktikan kualitasnya — seperti Kuldesak (1998), Petualangan Sherina (2000), Untuk Rena (2005), hingga Ada Apa dengan Cinta 2 (2016).
Harus saya akui lagi dalam Review Film Bebas ini, sutradara kesohor jebolan Institut Kesenian Jakarta (IKJ) ini sukses mengembalikan suasana dan nuansa ’90-an, dalam kemasan yang tidak membosankan. Sepanjang cerita, kamu tak hanya diajak nostalgia tanpa jeda selama menumpangi kapsul waktunya, tapi juga mengajak kamu menebak-nebak tanpa henti, kejutan apa lagi yang hadir, sepanjang film dari awal sampai akhir.
Namun, Riri seolah tak mau terjebak dalam penyuguhan kemasan dan nuansa ’90-an yang nyaris sempurna semata. Ia mampu menjaga ceritera film yang sarat akan pesan moral, dan memotret gejolak muda-mudi hari ini, secara memukau. Well done, Mas Riri.
Ya, jadi buat kamu yang lagi kepingin ngerasain kapsul waktu ’90-an ala Riri Riza, buruan, deh, beli tiket Film Bebas (2019) sekarang, sebelum kelewatan. Karena, film ini sudah tayang di bioskop-bioskop Tanah Air sejak 3 Oktober 2019. Selamat bernostalgia, ya.
