Saat sang Pendekar butuh lebih banyak panggung
Skyepod – Di sini tim Skyepod mencoba menilai keberhasilan tim Lifelike pictures dalam hal menghidupkan sisi visual dari novel yang sempat melegenda pada masanya. Mulai dari penyusunan alur cerita, hingga proses casting karakter secara keseluruhan.
Jika kamu sedang mencari referensi tentang bagaimana kecanggihan teknologi mengemas ulang film Wiro Sableng versi Vino G Bastian. kamu datang ke tempat yang tepat.
- Alur cerita: Ringkas dan Minim
Jika memperhatikan momen awal saat keluarga kandung Wiro dibantai, banyak sekali scene Mahesa Birawa yang membuat bingung. Tak diceritakan sedikitpun ada silang sengketa apa antara Mahesa dan Ranaweleng hingga film berakhir. Hanya beberapa pernyataan Mahesa yang membuat alur cerita ini tidak lari dari novel aslinya.
Dengan durasi rata-rata sebuah film layar lebar, porsi dialog selama masa penggemblengan Wiro menurut saya, sedikit bertele-tele. Sisi baiknya, banyak scene yang membuat penonton tertawa disini. Walau saya sendiri hanya sampai level tersenyum.
Beralih ke urat besar cerita, dimana Wiro terlibat dalam menumpas gerakan makar patih Werku Alit yang dibantu Mahesa Birawa, banyak digambarkan bahwa sang pendekar masih sangat polos dan kalah pengalaman dibanding Mahesa. Bahkan berujung pada kehilangan besar atas tewasnya Rara Murni (Aghniny Haque).
Momen-momen kekalahan hingga kehilangan yang dialami Wiro dan teman-temannya juga cenderung datar walau ditambahkan aura hujan. Saya sendiri sama sekali tidak merasa terbawa suasana.
Hingga akhirnya, saat pertarungan terakhir dalam istana, terlihat sekali Mahesa Birawa (Yayan Ruhiyan), mendominasi pertarungan. Di sini terlihat Wiro tidak ada apa-apanya dibandingkan kesaktian Mahesa Birawa. Padahal di awal cerita, Sinto gendeng (Ruth Marini) mengatakan, ia telah menurunkan semua ilmunya pada Wiro. Hal yang belum sempat ia lakukan pada Mahesa Birawa, yang ternyata juga bekas muridnya.
Bahkan sang pendekar harus dibantu Anggini (Sherina Munaf) dan Bujang Gila Tapak Sakti (Fariz Alfarazi) untuk mengalahkan Mahesa Birawa. Itupun tak cukup hingga akhirnya Bidadari Angin Timur (Marsya Timothy) datang membantu.
- Karakter
Secara fisik, Vino menurut saya berhasil menghadirkan visualisasi Wiro dalam film ini. Tambah lagi, ekspresi dalam dialog juga candaan yang mengalir, benar-benar menjelmakan dirinya sebagai orang yang paling pantas memerankan sang pendekar.
Baca juga : Hore! AOV Resmi Hadirkan Hero Lokal Wiro Sableng
Hanya saja menurut saya, ada beberapa hal yang miss dalam karakter Wiro di film ini. Paling terlihat adalah tentang atitude sang pendekar. Dalam novel asli, Wiro digambarkan sebagai seorang yang santun jika berhadapan dengan siapapun apalagi dengan tokoh yang lebih tua.
Disini Wiro digambarkan tak tertarik dengan apapun kecuali wanita cantik dan hal-hal yang berhubungan dengan Mahesa Birawa. Menurut saya kegenitannya juga terlalu absurd jika sekedar ingin menambah kadar humor. Sangat mungkin, karakternya akan kurang disukai generasi muda yang memang tidak mengenal karakter Wiro sebenarnya.
Untuk yang mengikuti versi novel karya Almarhum Bastian Tito, mungkin bisa langsung mengenali beberapa karakter antagonis yang bergabung dengan Mahesa Birawa. Untuk efisiensi alur cerita, sepertinya memang tidak ada side-story yang menceritakan, bagaimana para pendekar jahat ini bergabung dengan Mahesa Birawa.
Termasuk visualisasi karakter Bidadari Angin Timur yang melenceng jauh dari bayangan saya. Di sini nampaknya, sutradara ingin lebih menghadirkan alur cerita modifikasi agar berimbang bagi penonton yang belum mengenal dekat tokoh-tokoh dalam novel aslinya.
Yang mungkin perlu ditingkatkan dari sisi akting mungkin Sherina munaf yang membawakan karakter Anggini. Perlu diketahui, karakter Anggini memang judes. Namun di film Wiro Sableng kali ini, menurut saya ekspresi dan dialog yang diperlihatkan Sherina, terkesan datar sekali.
- Visual: Jauh lebih moderen
Yang patut saya acungin jempol adalah, hadirnya efek-efek yang jauh lebih moderen dari versi serial TV, terutama saat scene perkelahian. Film ini berhasil menghadirkan pertempuran yang tadinya hanya deretan kata di novel, menjadi visualisasi kelas internasional.
Namun dari kacamata orang pemerhati visual grafis, efek-efek CGI (Computer-Generated Imagery) yang muncul, masih banyak yang perlu disempurnakan. Misalkan saja, saat pertengkaran Wiro dan Bujang Gila di atas pohon.
Grading warna klasik, juga pemilihan lokasi menurut saya sangat pas untuk menghadirkan nuansa jaman dahulu dalam film wiro sableng kali ini. Kostum yang dikenakan para pemain juga tidak lagi lebay seperti yang biasa kita lihat di serial TV nya. Tidak ada lagi lempengan-lempengan emas dan manik-manik yang terlihat sekali dari bahan plastik.
Hanya saja jika saya perhatikan, impact yang tertinggal di tubuh pemain sesaat setelah terkena pukulan, belum terlihat alami. Kita tahu, Yayan Ruhiyan sangat menjiwai setiap gerakan silat yang ia mainkan. Di sini muncul ketidakharmonisan antara visual tenaga dan gaya dengan efek lebam atau luka pada lawan.
- Kesimpulan
Nama besar tokoh fiksi yang satu ini memang menjadi beban berat untuk produser juga semua pemain. Vino sendiri saya perhatikan, masih bisa dimaksimalkan dalam menggambarkan karakter Wiro. Sayangnya, alur cerita Film Wiro Sableng yang minim kali ini tak menginzinkan.
Intinya, pembentukan karakter masih perlu ditingkatkan jika ingin sequelnya nanti mendulang sukses yang lebih besar. Karena saya pribadi, masih sangat antusias menunggu kelanjutan cerita film ini. Juga alur cerita yang wajib lebih tertata lagi.
Seperti banyak kita tahu, Wiro punya banyak sekali musuh yang kuat dengan latar belakang yang beragam. Tentunya, sangat menarik jika berhasil diangkat ke layar lebar. Terutama sekali, musuh bebuyutan Wiro, Pangeran Matahari,
Unique
Menurut saya, untuk lebih efisien sebaiknya menggunakan mode flashback yang diselipkan disepanjang alur cerita. Tentu saja yang berhubungan.
Pasti ada alasan khusus hingga akhirnya 20th Century Fox tertarik untuk ikut andil dalam Film Wiro Sableng ini. Karakter fiksi Wiro yang sudah sangat terkenal sebagai pahlawan sakti yang cukup melegenda, punya nilai jual tinggi di masyarakat Indonesia. Bahkan menurut saya, hingga luar Indonesia. Bisa jadi, suatu saat Wiro dibuatkan side story khusus oleh si rubah. Tentu, setelah mendapat izin sang pewaris, Vino G. Bastian.