
Semnjak awal tahun baru 2021 kemarin. Seluruh jaringan besar bioskop Indonesia akhirnya menayangkan The New Mutant. Nah sebelum mengambil keputusan untuk nonton filmnya apa tidak. Yuk simak dulu bahasan review The New Mutants berikut ini.
Tentunya bagi kita yang fanboy Marvel, X-Men, atau yang rajin mengikuti berbagai update perfilman. Pastinya sudah tahu banget dengan masalah yang dihadapi oleh proyek The New Mutants ini.
Ya memulai syuting di tahun 2017. Film arahan Josh Boone (The Fault in Our Stars) ini mengalami berbagai kendala. Khususnya berkali-kali re-shoot dan juga berkali-kali penundaan (delay).
Dan setelah melewati seluruh ke-frustasian tersebut, akhirnya The New Mutants dirilis juga 28 Agustus 2020 lalu di beberapa bioskop Amerika Serikat dan melalui Disney Plus, pertengahan November 2020 lalu.
Dan seperti yang dikatakan di pembuka review The New Mutants ini, akhirnya film ini dirilis juga di awal 2021 ini di seluruh jaringan bioskop di Indonesia.
Lalu bagaimana nih? Apakah film ini layak untuk kita saksikan di bioskop di masa pandemi COVID-19 yang masih terus melanda ini? Yuk langsung saja simak review The New Mutants nya berikut ini.
Baca juga: Review Run
Alur Cerita
The New Mutants berfokus pada sosok gadis remaja keturunan indian (Native America), Dani Moonstar (Blu Hunt).
Setelah insiden angin tornado hebat yang menghancurkan rumahnya dan membunuh ayahnya, Dani kini berada di dalam sebuah rumah sakit yang dikepalai oleh Dr. Cecilia Reyes (Alice Braga).
Alice meyakinkan Dani kalau ia kini berada di tempat yang aman. Di “rumah baru” nya tersebut, Dani juga bertemu dengan beberapa pasien lainnya yang memiliki kelebihan mutasi seperti Dani.
Setelah beberapa kali perkenalan. Dani langsung akrab dengan Rahne Sinclair (Maisie Williams). Mirisnya di saat yang sama, ia terus di-bully oleh si gadis yang selalu judes nan julid, Illyana Rasputin (Anya Taylor-Joy).
Nah di tengah drama sehari-hari yang dialaminya dengan dan teman-teman mutant nya ini. Kian hari, Dani mulai merasakan adanya keganjilan.
Spesifiknya, ia merasa yakin kalau keberadaan ia dan teman-temannya ini sudah direncanakan dari awal. Alias, ada “udang dibalik rempeyek”. Dan benar saja kecurigaan Dani ini.
Ternyata Cecilia memiliki niat terselubung yang bisa berakibat fatal terhadap Dani cs. Wah niatan apa tuh ya? Dan bagaimanakah mereka semua nantinya, menghadapi permasalahan besar ini?
Kalau dilihat dari ringkasan plot tersebut, terasa banget kalau The New Mutants mengambil arahan ke genre coming of age spesifiknya film klasik, The Breakfast Club (1986). Namun dengan bumbu superhero.
Sebenarnya sebagai fans coming of age, saya sangat menikmati alur kisah The New Mutant ini. Rata-rata kritikus / reviewer gak suka banget dengan arahan / konsep ini. Tapi tidak bagi saya. Saya justru malah asyik dan seru sendiri.
Cuma memang ada satu elemen yang bikin kacau. Yaitu penyertaan elemen horor. Sebenarnya dari semenjak perilisan trailer nya dulu, kita sudah diingatkan kalau The New Mutants akan menampilkan feel horor.
Dan ya kita juga masih ingat dengan resepsi / sindiran miring terhadap trailer nya tersebut. Tapi saya kala itu masih memberi kesempatan. Siapa tahu saja penerapan elemen horornya keren dan selaras dengan keseluruhan filmnya.
Tapi ternyata keyakinan tersebut berhasil dipatahkan. Sebenarnya memang bisa banget elemen horor atau sedikit tegang diterapkan ke plot-nya ini. Tapi eksekusinya salah. Alhasil membuat elemen horor yang ditampilkan terasa sia-sia saja.
Belum lagi kisah film ini agak generik. Saya yakin banget. Apabila elemen horor nya dihilangkan atau sekedar “bumbu penyedap” saja, pasti masih enak seluruh alurnya.
Tapi gara-gara dijadikan campuran utama, alhasil terasa bertabrakan. Sehingga membuat kita yang menyaksikan pun menjadi limbung nan bingung sendiri dengan arahan yang akan diambil oleh filmnya.
Pemeran
Untungnya kekurangan di aspek naskah tertutupi dengan apik oleh penampilan keren seluruh aktornya.
Hunt walau masih terlihat agak kaku. Tapi secara keseluruhan masih oke memerankan Dani. Ia sukses menampilkan rasa keasingan dan penasaran Dani terhadap teman-temannya maupun fasilitas rumah sakitnya.
Ya mau diapakan juga bukan? Naskahnya saja agak kacau begitu. Untung saja Hunt terlihat berusaha semaksimal mungkin. Untung saja kekakuan nya, berhasil ditutupi oleh penampilan Williams dan Taylor-Joy. Teruta, Taylor Joy.
WOW! Melihat penampilannya sebagai Illyana rasanya greget banget mau menjejal 15 buah cabai ke dalam mulutnya. GRRRR ngeselin abis. Tapi hebatnya, Joy juga sukses memnampilkan sisi misterius Illyana.
Alhasil seiring berjalannya adegan demi adegan. Kitapun menjadi paham bahkan iba terhadap motifnya yang suka berbuat judes dan ngeselin ke Dani tersebut.
Setting
Pastinya ketika kita pertama kali dulu mendengar dan akhirnya, menyaksikan trailer The New Mutants. Kita langsung penasaran banget dengan latar timeline filmnya ini.
Sesudah trilogi X-Men orisinil 2000an atau sesudah empat prekuel 2010an, atau sesudah Logan? Bagaimana nih? Nah inilah yang saya masalahkan sedikit disini.
Karena timeline nya memang gak dijelaskan secara jelas banget. Alhasil, kitapun jadi berspekulasi gak karuan sendiri. Namun masalah tersebut masih gak terlalu bagaimana.
Masalah yang justru menganggu di poin ini adalah latar lokasinya yang hanya “muter-muter” di dalam fasilitas rumah sakitnya. Kalaupun ada adegan di luar, ya masih sekitar halaman luar rumah sakitnya.
Dan gak dipungkiri, hal ini lama-lama membuat kita lumayan bosan. Untung saja sekali lagi, Blu dan aktor lain maksimal. Kalau tidak, dijamin baru 20 menit pertama kita langsung beranjak.
Musik
Ditangani oleh komposer Mark Snow (The X-Files). Komposisi musik The New Mutants terasa oke-oke saja. Well, seperti kita lihat sendiri Snow adalah alumni seri sci-fi hit, The X-Files.
Jadi untuk genre super khayal seperti superhero inipun, menjadi gak masalah. Dan kehebatannya untuk melakukan transisi antara tone dramatik dan horor yang ditampilkan, juga perlu diacungi jempol.
Unique
Pada akhirnya bisa dikatakan melalui ulasan review The New Mutants ini, film X-Men rilisan terakhir Fox ini cukup mengecewakan. Walau memang sih, masih bisa kita tonton (watchable).
Untung banget ketika film ini akhirnya dirilis. Fox sudah diambil oleh Disney. Sehingga kita gak perlu was-was dengan potensi sekuelnya. Tapi tetap saja. Untuk sebuah film “perpisahan”, perpisahannya sangat tidak berkesan.
Apabila kamu ingin nonton film ini di bioskop, silahkan saja. Tapi kalau menurut saya, lebih baik kamu alokasikan dana nonton kamu ke Wonder Woman 1984. Jauh lebih worth it.
Dan tak bosan-bosan saya ingatkan untuk follow akun social media kita untuk notifikasi terbaru, tentang konten-konten game dan hiburan ala Skyegrid Media.