Tsunami Selat Sunda yang terjadi di wilayah Pandeglang, Serang, dan Lampung Selatan, pada Sabtu 22 Desember 20178 lalu mengejutkan banyak pihak. Ya, saat terjadi tsunami tersebut tidak ada tanda peringat dini tsunami.
Badan Meteorologi dan Klimatologi (BMKG) dalam siaran persnya mengungkapkan peristiwa Tsunami Selat Sunda terjadi tidak dipicu oleh adanya gempa bumi.
BMKG pun memastikan tsunami yang menyapu wilayah Banteng dan Lampung Selatan ini diakibatkan oleh erupsi dari Anak Gunung Krakatau.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho juga mengatakan aktivitas vulkanik dari Gunung Anak Krakatau diduga memicu longsor bawah laut yang menyebabkan gelombang pasang abnormal dan memicu terjadinya tsunami.
Meski masih perlu penelitian lebih lanjut, sejumlah citra dan analisis menguatkan dugaan bahwa Tsunami Selat Sunda dipicu adalah longsoran ketika erupsi Anak Gunung Krakatau.
Baca juga: Ngeri! Video Ini Diduga Simulasi Jatuhnya Pesawat Lion Air JT 610
Dugaan makin kuat setelah munculnya video milik GeoScience Autralia di YouTube yang unggah dua tahun lalu berjudul ‘Tsunami Caused by Volcanic Sources.’
Di video berdurasi 2 menit 42 detik ini menjelaskan bagaimana guguran atau longsoran dari gunung dapat memicu gelombang tinggi di laut atu tsunami.
Akibat longsoran yang terjadi di laut lepas mengakibatkan gelombang tsunami yang kecepatannya hampir setara dengan kecepatan pesawat jet, yaitu 640 hingga 980 km/jam.
Namun apabila guguran longsor terjadi di laut lepas, gelombang tsunami tinggi bisa terjadi hingga ribuan kilometer. Tetapi ketika gelombang mendekati daratan yang dangkal, gelombang tersebut akan berjalan perlahan dan namun gelombang akan lebih tinggi.
Baca juga: Aplikasi Ini Rekam Detik-detik Jatuhnya Lion Air JT 610
Sehingga ketika sampai daratan, air yang tinggi itu akan menggenangi daratan di depannya. Namun tsunami tidak berhenti disitu, air akan menarik kembali akan bergabung dengan gelombang tinggi berikutnya dan menjadi gelombang yang lebih besar.
Dari video ilustrasi ini makin memperjelas bahwa longsoran yang berasal Anak Gunung Krakatay dapat memicu gelomgang tinggi dan menyebabkan tsunami.
Dari data BNPB pada Sabtu, 27 Desember 2018, tercatat korban tsunami di Selat Sunda adalah 431 orang meninggal dunia, 7.200 orang luka-luka, 15 orang hilang, dan 46.646 orang mengungsi.
Kerugian material antara lain 1.527 unit rumah rusak berat, 70 unit rumah rusak sedang, 181 unit rumah rusak ringan, 78 unit penginapan dan warung rusak, 434 perahu dan kapal rusak dan beberapa kerusakan fasilitas publik.
Korban dan kerusakan material ini berasal dari lima Kabupaten yaitu Pandenglang, Serang, Lampung Selatan, Pesawaran dan Tanggamus.